Di era digital seperti sekarang, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, terutama bagi anak-anak dan remaja. Platform seperti Instagram, TikTok, dan Facebook tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga alat untuk berinteraksi dan mengekspresikan diri. Namun, di balik kemudahan dan manfaatnya, kecanduan media sosial mulai menimbulkan kekhawatiran serius, terutama terkait dampaknya terhadap kesehatan mental generasi muda.

Menurut berbagai penelitian, penggunaan media sosial yang berlebihan dapat memicu berbagai masalah psikologis. Psychology Today menyebutkan bahwa kecanduan media sosial sering dikaitkan dengan peningkatan gejala kecemasan, depresi, kesepian, dan bahkan gangguan seperti ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Hal ini terjadi karena media sosial dirancang untuk membuat pengguna terus kembali, memicu kebiasaan memeriksa notifikasi secara berulang dan menimbulkan rasa takut ketinggalan atau fear of missing out (FOMO).
Studi terbaru pada tahun 2023 mengungkap beberapa dampak serius kecanduan media sosial pada kesehatan mental anak-anak dan remaja. Berikut adalah beberapa temuan yang patut diperhatikan:
- • Meningkatnya Depresi dan Kecemasan
Remaja yang menghabiskan waktu berjam-jam di media sosial cenderung lebih rentan mengalami gejala depresi dan kecemasan. Hal ini disebabkan oleh tekanan untuk selalu tampil sempurna dan membandingkan diri dengan kehidupan orang lain yang terlihat "ideal" di media sosial.
- • Gangguan Pola Tidur
Kebiasaan scrolling media sosial hingga larut malam dapat mengganggu kualitas tidur. Padahal, tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan mental dan perkembangan otak. Kurang tidur dapat memperburuk kondisi mental, bahkan meningkatkan risiko depresi dan pikiran untuk menyakiti diri sendiri.
- • Masalah Citra Tubuh dan Harga Diri
Media sosial seringkali mempromosikan standar kecantikan dan gaya hidup yang tidak realistis. Anak-anak dan remaja, terutama perempuan, rentan terpengaruh oleh hal ini, sehingga merasa tidak percaya diri dan memiliki citra tubuh yang negatif. Sebuah penelitian bahkan menunjukkan bahwa mengunggah swafoto, baik yang difilter maupun tidak, dapat meningkatkan kecemasan dan menurunkan kepercayaan diri.
- • Perundungan Siber
Anonimitas di dunia maya memudahkan terjadinya perundungan siber. Korban perundungan seringkali mengalami tekanan emosional yang berat, seperti rasa malu, sedih, dan terisolasi, yang dapat berujung pada depresi atau kecemasan.
- • Perbandingan Sosial dan FOMO
Media sosial mempertontonkan momen-momen terbaik kehidupan orang lain, membuat remaja merasa tertinggal atau tidak cukup baik. Perbandingan sosial ini dapat memicu rasa iri, rendah diri, dan ketakutan akan ketinggalan informasi atau tren terbaru (FOMO).
- • Kecanduan Validasi Eksternal
Banyak remaja terjebak dalam siklus mencari validasi melalui likes, komentar, dan jumlah pengikut. Ketergantungan pada validasi eksternal ini dapat merusak harga diri dan membuat mereka merasa tidak berharga jika tidak mendapatkan respons yang diharapkan.
Meskipun media sosial memiliki banyak manfaat, penting untuk menyadari bahwa penggunaan yang berlebihan dapat membawa dampak buruk. Orang tua memegang peran kunci dalam membantu anak-anak dan remaja mengelola penggunaan media sosial. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain membatasi waktu penggunaan gadget, mengajak anak berdiskusi tentang dampak media sosial, serta mendorong aktivitas offline yang lebih sehat, seperti olahraga atau hobi kreatif.
Dengan kesadaran dan pengawasan yang tepat, generasi muda dapat menggunakan media sosial secara bijak tanpa mengorbankan kesehatan mental mereka. Media sosial seharusnya menjadi alat untuk terhubung dan belajar, bukan sumber tekanan dan kecemasan.